Selasa, 13 Oktober 2015

Pengantar filsafat islam ( konsep, filsuf dan ajaranny)


                                      Pengantar filsafat islam ( konsep, filsuf dan ajaranny)

          Menurut catatan para sejarawan, orang yang pertama kali menggunakan istilah filsafat adalah pythagoras dari yunani yang lahir antara 582-496 SM. Pada waktu itu filsafat belum begitu jelas. Kemudian, pengertian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini. Istilah filsafat pertama kali dipakai oleh kaum Shopist (ahli debat) dan Socrates (470-399 SM) yang merupakan murid dari plato (427-347) dan Aristoteles (384-322).[1]
            Berbeda dengan Alfaribi yang mengatakan bahwa filsafat adalah silsilah keturunan dari timur. Ilmu ini dahulu kala berada diantara orang Chaldea, yakni penduduk irak, kemudian sampai kerakyat mesir dan dari negeri ini sampai ke Yunani; di Yunani, ilmu ini menetap beberapa lama sampai beberapa lama sampai kemudian diteruskan ke Syiria dan kemudian jatuh ke tangan orang orang arab.[2]
            Asal usul kata filsafat diantara penulis sangat beragam. Sebagian penulis menyatkan bahwa filsafat berasal dari philare (bukan philo) dan sophia, sebagian lain bahwa kata filsafat berasal dari kata philein ( bukan philo) dan sophia[3]
            Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa indonesia merupakan kata serapan dari bahasa  arab Falsafah, yang juga diambil dari bahasa Yunani Philosopia (philia=persahabatan, cinta) dan (sophia=kebijaksanan), sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencita kebijaksanaan. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda jug dikenal di indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa indonesia, seseorang yang mendalam di bidang falsafah disebut filsuf. Bandingkan dengan tulisan Hamzah Yaqub bahwa kata falsafah merupakan hasil arabisasi. Suatu masdar yang berarti kerja atau pencarian yang dilakukan oleh para filsuf.  Dalam bahasa belanda didapati perkataan “wijsbegeerte”. Wijs berati cakap, pandai atau bijaksana. Begeerte adalah nama benda. Jadi “wijsbegeerte”  berarti kemauan yang keras untuk mendapatkan kecakapan seseorang yang bijaksana, yang biasanya dinamakan “wijs” orang yang bijaksana.[4]
            Dalam tradisi filsafat, agar sampai pada suatu makna yang esensi dari suatu hal, sesorang harus melakukan penjelajahan secara radikal, logis, dan serius itulah sebabnya aristoteles memberikan komentar” apabila hendak menjadi seorang filsuf, anda harus berfilsafat, dan apabila tidak mau menjadi filsuf, anda harus juga berfilsafat”. Ungkapan aristoteles tersebut mengandung pengertian bahwa entah filsafat itu sebagai sesuatu yang benar, karena itu ia harus diterima, entah filsafat itu salah dan oleh karena itu ia harus ditolak. Apabila filsafat itu benar dan harus diikuti, kita harus menjadi seorang filsuf, dan filsafat harus didukung oleh sesuatu semacam berfilsafat, akan tetapi apabila filsafat itu tidak dikehendaki dan harus dibuang, dalam hal itu pun, orang harus menjadi filsuf untuk menolak filsafat[5].
            Objek kajian filsafat bukan main luasnya, tulis Louis Katt Soff, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu, manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderng untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya. Jadi, objek filsafat ilah mencari keterangan sedalam dalamnya.
Pernyataan ini dapat dilihat dari pandangan Juhaya S. Praja bahwa objek penyelidikan filsafat adalah segala yang ada dan mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek mateira filsafat. Kalau demikian, apakah yang membedakan antara filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya? Jawabanya tidak ada perbedaan antara objek filsafat dan objek ilmu pengetahuan lainnya, kalu objek filsafat yang dimaksud adalah objek materianya. Sebab ilmu pengetahuan pun mempunyai objek materia yang sama dengan filsafat, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Ilmu pengetahuan bebas dan tidak terikat untuk menentukan objek penyelidikannya, dan sampai saat ini, belum ada pembatasan dalam objek ilmu materianya. Filsafat, bisa kita bedakan dengan ilmu pengetahuan lainnya dari segi sifat penyelidikannya. Filsafat memiliki sifat mendalam dalam menyelidiki sesuatu, sedangkan objek penyelidikan ilmu pengetahuan hanya terrbatas pada sesuatu, sedangkan objek penyelidikan ilmu pengetahuan hanya terbatas pada sesuatu yang bisa diselidiki secara ilmiah saja, dan jika sudah tidak dapat diselidiki lagi, ilmu pngetahuan akan terhenti sampai di situ. Akan tetapi, penyelidikan filsafat tidaklah demikian , filsafat akan terus bekerja hingga permasalahannya dapat ditemukan sampai akar akarnya[6]


[1] Ahmad tafsir, filsafat umum dan asep ahmad hidayat, filsafat bahasa, hal. 19.
[2] Al faribi, Book of letter, hal. 155 dan Oliver Leaman, pengantar filsafat islam, hal. 20.
[3] Imam Barnadib, 1992:11);(abdul munir mulkan, 1993:38);(abu ahmadi, 1982:9);(asep ahmad hidayat, 2006:6).
[4] Filsafat Agama, titik temu akal dengan wahyu (1992), hal. 3
[5] Asep Ahmad Hidayat, filsafat Bahasa, hal.8.
[6] Juhaya S. Praja, aliran aliran filsafat dan etika, (1997:12)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar