Selasa, 13 Oktober 2015

MAKALAH BUDAYA KAPITALISME


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
      Gambaran ideologi yang paling menonjol di abad ke-20 adalah pertarungan antara kapitalisme dan komunisme. Dari pertarungan ini mengalir fantasi utopi salah seorang tokoh utama: pertarungan itu akan berakhir dengan kemenangan gemilang pihak komunisme dan mempersamakan kapitalisme dengan kepincangan. Suatu kontra fantasi menggambarkan komunisme sebagai menciptakan suatu mimpi buruk totaliter yang hanya dapat dihentikan dengan kesetiaan mutlak kepada cara hidup demokrasi sebagaimana ditunjukan oleh “Barat”, merupakan euphisme yang umum bagi Negara-negara kapitalis.
      Kebangkitan Dunia Ketiga di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, dengan bentuk-bentuk perekonomian yang menyertainya, kejamakan sistem politik, dan doktrin-doktrin social, memaksa para tokoh utama tersebut memeriksa kembali fantasi mereka masing-masing. Tampilnya perusahaan multinasional yang terutama mengejar kepada pertumbuhan industry dan keuntungannya sendiri, dan bukan kepada Negara asalnya, telah kian merongrong kepastian ideologis yang tersimpul didalam pandangan tentang pertarungan Timur-Barat. Multinasionalisme menyangkut komitmen yang telah membawa kita melampaui anggapan tentang pertarungan antara kapitalisme lama dan komunisme baru; atau dengan istilah Junani Klasik, pertarungan antara demokrasi klasik dan totaliterisme modern.
      Fase pembinaan bangsa Dunia Ketiga yang berlangsung sejak tahun 1945 sampai 1970 ternyata telah menghasilkan suatu sistem yang telah sepenuhnya berkristalisasi. Fungsi dan peranan perusahaan multinasional di dalam sistem dunia ini, dan dampaknya terhadap hubungan-hubungan kapitalis Komunis, merupakan persoalan yang lebih baru dank arena itu merupakan bidang yang sangat spekulatif. Walaupun sudah banyak informasi mengenai badan-badan multinasional tertentu, namun perhatian yang telah diberikan kepada persoalan bagaimana fenomena industri ini, sebagai suatu kekuatan yang berdiri sendiri, mempengaruhi hubungan-hubungan Amerika Serikat dengan Uni Soviet masih sangat terbatas, dan dengan perluasan struktur kapitalisme dan komunisme sebagai imperium dunia yang bersaing.
      Persatuan dan perpecahan antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet dalam suatu kerangka sistem multinasional yang berkembang mempunyai relevansi langsung dengan Dunia Ketiga. Penetrasi struktur dan badan-badan multinasional telah sangat mempengaruhi Dunia Ketiga selama dasawarsa yang lalu; kenyataan ini telah memberikan pilihan-pilihan baru dan tanggungjawab-tanggungjawab lama yang kompleks. Cara khusus dengan nama organisasi multinasional merasionalisasi perekonomian internasional, terutama sector-sektor yang telah mengalami industrialisasi, dengan demikian merupakan pemikiran langsung dan mendesak bagi Negara-negara Dunia ketiga yang harus meningkatkan kapasitas pemungkas (leveraring) dan perundingan (bargaining) mereka dengan cara terus menelaah dan memeriksa kembali hubungan antara Negara-negara besar, terutama hubungan antara pemimpin Dunia Pertama dan Dunia Kedua.[1]
1.2.       Rumusan Masalah
a.    Apa yang dimaksud dengan Budaya Kapitalisme?
b.    Bagaimana Sejarah kapitalisme ?
c.    Bagaimana perkembangan kapitalisme di Indonesia?
d.   Bagaimana Dampak Kebudayaan Kapitalisme?


1.3.       Tujuan
  1. Agar kita mengetahui apa itu budaya kapitalisme;
  2. Agar kita mengetahui bagaimana sejarah kapitalisme;
  3. Agar kita mengetahui bagaimana perkembangan kapitalisme di Indonesia;
  4. Agar kita mengetahui dampak dari pada kapitalisme;
1.4.       Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini ialah mengambil dari beberapa sumber buku dan website kemudian diamati dan melakukan analisa untuk disusun menjadi sebuah makalah.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian Budaya Kapitalisme
Kata budaya dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat istiadat.[2]
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya (Bagus, 1996). Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek (1978) memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi.
Budaya kapitalis adalah terma yang digunakan untuk merujuk kepada beberapa perkara; cara hidup rakyat yang hidup di masyarakat kapitalis, kesan ekonomi kapitalis yang secara global atau Negara terhadap penduduk, dan pemikiran perniagaan yang diterapkan terhadap individu yang memakmurkan sistem ekonomi kapitalis.
Karakter utama pemikiran ini adalah kepercayaan terhadap segala aktiviti perniagaan yang melibatkan pencarian keuntungan secara maksimal tanpa atau sedikit campur tangan dari kerajaan dan masyarakat.


2.2         Sejarah Kapitalis dan teori perkembangannya di Indonesia
Kapitalisme dibangun diatas filsafat ekonomi klasik yang diprakarsai Adam Smith yang dituangkan dalam Wealth of nation (1776) David Ricardo, James Mill. Seluruh filsafat klasik dibangun atas dasar liberalisme, mereka percaya pada pembebasan individu (personal liberty), kepemilikan pribadi (private property), inisiatif individu serta usaha swasta (private enterprise).
Dari perspektif Marxis dapat disebutkan asal mula kapitalisme berdasar hukum dialektis masyarakat berkembang melalui beberapa tahap, sehingga dia berkembang menjadi masyarakat kapitalis dimana Marx berada. Gerak dialetik dimulai pada saat komunitas primitif berkembang dari suatu masyarakat yang tidak mengenal milik pribadi dan tidak mengenal kelas, menjadi masyarakat yang mengenal milik pribadi serta pembagian kelas. Gerak dialektis ini terjadi karena pertentangan dua kelas utama dalam masyarakat.
2.3         Perkembangan Kapitalisme di Indonesia
Kapitalisme di Indonesia berbeda dengan kapitalisme yang ada pada negara asalanya yaitu Eropa (Malaka 2008,48). Di Indonesia kapitalisme lahir karena adanya modal asing yang digunakan untuk mengambil alih kekayaan Indonesia bukan lahir dari  bangsa Indonesia sendiri. Kapitalisme di Indonesia juga timbul dengan adanya lapisan-lapisan sosial yang ada (Malaka 2008,50). Kapitalisme di Indonesia walupun berbeda dengan Eropa, namun tetap berdasar pada kepemilikan modal dan pengaruhnya yang mengakibatkan adanya kesenjangan kelas-kelas sosial.
Kapitalisme yang ada di Indonesia tidak bisa lepas dari kedatangan belanda sebagai penjajahnya. Kedatangan VOC sampai pada masa diberlakukannya sistem tanam paksa merupakan akar dari kapitalisme di Indonesia. Adanya kekejaman sistem tanam paksa yang dilakukan oleh Belanda merupakan bentuk dari kapitalisme dimana belanda memeras kekayaan pribumi hanya untuk memenuhi kepentingan pemeritahannya pada saat itu. Sistem tanam paksa selain memberi keuntungan pada pemerintahannya namun juga menggemukan kantong kapitalis belanda ( Soekarno 1930, 50). Keadaan yang demikian disebut sebagai politik perampok bangsa Belanda. Politik tersebut memusnahkan benih-benih industri bumiputra yang modern (Malaka 2008, 49).
Kapitalisme di Indonesia tetap berlangsung setelah sistem tanam paksa dihapuskan dan setelah kemerdekaan. Kapitalisme setelah kemerdekaan berbentuk imperialisme baru. Modal-modal asing yang mulai masuk ke Indonesia merupakan lambang dari kapitalisme yang berkembang. Pada era orde baru kapitalisme semakin dirasa oleh bangsa Indonesia. Orde baru yang dipimpin oleh Soeharto ditandai oleh pembangunan besar-besaran. Para investor asing mulai masuk ke Indonesia dan menanamkan modalnya dalam pembangunan Indonesia. Hal tersebut membuat kesenjangan antara masyarakat yang memiliki modal dengan yang tidak memiliki modal. Dalam era Soeharto juga terfokus pada hirarki sosial dan kekuatan politik (Robinson dan Hadiz 2004, 42). Maksudnya adalah walaupun perkembangan pembangunan dan ekonomi Indonesia semakin maju namun nyatanya membawa dampak negatif. Dampaknya adalah terdapat kesenjangan kelas-kelas sosial dan adanya penyelewengan yang dilakukan oleh Soeharto. Banyaknya modal yang masuk membuat soeharto memakai uang tersebut bukan lagi untuk rakyat melainkan untuk kepentingannya sendiri. Hal tersebutlah yang mencerminkan kapitalisme di Indonesia pada masa orde baru.
Kapitalisme terus berkembang sampai sekarang. Contohnya adalah dimana kekayaan sumber daya Indonesia masih dieksploitasi oleh negara lain seperti Amerika, Inggris, dll. Selain itu juga terdapat banyak fenomena yang menggambarkan bahwa kapitalisme masih eksis di di Indonesia yaitu dengan banyaknya pemilik modal yang mengeruk kekayaan untuk kepentingannya sendiri sehingga menyebabkan kesenjangan dalam kelas-kelas sosial yang ada.
Dewasa ini tidaklah mengherankan, jika istilah ”kapitalisme” dalam perjalanan sejarahnya telah dimaknai dengan arti yang beragam, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan persamaan persepsi atau makna dalam penggunaannya. Lepas dari keberagaman penggunaan istilah kapitalisme dan ditolaknya sebagai suatu sistem ekonomi oleh sekelompok orang, maka tokoh sosiolog seperti Peter Berger melihatnya sebagai fenomena sejarah. Kapitalisme sebagai fenomena sejarah perlu ditelusurinya secara historis dengan memperhatikan kaidah-kaidah ilmu sejarah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa esensi kapitalisme itu mencakup pasar bebas, modal atau kapital, laba, majikan, buruh dan alat-alat produksi. Namun, dapat dikatakan bahwa esensi kapitalisme yang tetap dan sama untuk semua bentuk kapitalisme itu adalah modal/kapital. Dan, meski bentuk dan perwujudannya berbeda, tetapi tujuan dari sistem kapitalis tetaplah memperoleh laba/keuntungan yang setinggi mungkin dengan biaya produksi sedikit mungkin. Dalam sistem ini memungkinkan setiap orang mendapatkan peluang yang seluas-luasnya lewat persaingan bebas untuk mencari keuntungan ekonomis bagi dirinya.
2.4         Dampak Kebudayaan Kpitalisme
Dalam perjalanannya, kapitalisme telah memberikan efek buruk bagi perekonomian dan kesenjangan sosial yang semakin menganga, terjadinya gap (jurang pemisah) antara si kaya dan si miskin.Itu semua merupakan dampak dari kejamnya kapitalisme yang terjadi di di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia.Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, dan menurut Karl Marx negara demokrasi adalah negara kapitalis, karena negara dikontrol oleh logika ekonomi kapitalis yang mendiktekan bahwa kebanyakan keputusan politik harus menguntungkan kepentingan kapitalis.Dalam hal ini yang diuntungkan adalah para pemilik modal (kapitalis), sedangkan masyarakat kecil tetap berada dalam bingkai kemiskinan akibat kapitalisme.
Empat-perlima penduduk dunia ‘secara resmi’ hidup dalam kemiskinan, dan sistem ini tetap mempertahankan mereka pada posisi kemiskinan itu.Pengangguran adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam sebuah masyarakat yang didasarkan atas pencarian keuntungan.Tujuan utama dari produksi bukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, melainkan untuk memproduksi secepat mungkin dan semurah mungkin. Dengan cara ini, perusahaan-perusahaan bisa memaksimalkan keuntungan mereka di pasaran.
Ekonomi Kapitalis saat ini yang merupakan ideologi yang lahir dari pandangan hidup masyarakat barat, yang merupakan pangkal dari kerusakan tersebut.Karena Kapaitalis lahir dengan dasar mengesampingkan peran agama untuk mengatur manusia.dengan kata lain agama hanya di tempatkan pada wilayah individu bukan wilayah umum. maka inilah yang menjadi sumber malapetaka Indonesia saat ini. tatkala Indonesia mengadopsi system kapitalisme maka bukanlah kesejahteraan yang di peroleh malainkan kemiskinan, kelaparan, pengangguran menjadi hal biasa di tengah tengah masyarakat. Dalam al quran Allah SWT berfirman: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al A’raf [7] : 96).




BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Kapitalisme adalah sistem sosial yang didasarkan pada pengakuan hak-hak individu.Dalam ranah ekonomi, kapitalisme memisahkan intervensi negara dengan perekonomian, seperti halnya ada sekuler yang memisahkan agama dengan negaranya. Dalam perekonomian kapitalisme menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Ø  Louis Irving Horowitz, “Revolusi, Militerisasi dan Konsolidasi Pembangunan”, Bina Aksara, Jakarta : 1985,


[1] Louis Irving Horowitz, “Revolusi, Militerisasi dan Konsolidasi Pembangunan”, Bina Aksara, Jakarta : 1985, hlm. 289.
[2] kamus Bahasa Indonesia

MAKALAH PERILAKU MENYIMPANG



PERILAKU MENYIMPANG
MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu tugas mandiri mata kuliah sosiologi
Oleh
Hamdan Herdiawan
1124030031
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kami khususnya selaku penyusun dan para pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Bandung, 13 Desember 2013

penyusun





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2  Rumusan masalah...................................................................................... 1
1.3  Tujuan........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1  pengertian Perilaku Menyimpang.............................................................. 2
2.2  Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang................................................................. 4
2.3  Jenis-Jenis Perilaku Menyimpang.............................................................. 5
2.4  Teori-Teori Perilaku Menyimpang............................................................. 6
2.5  Bentuk-Bentuk Penyimpangan................................................................. 7
2.1  Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang.................................................... 8
2.7  Sebab Terjadinya Penyimpangan.............................................................. 9
2.8  Akibat Perilku Menyimpang..................................................................... 10
2.9  Upaya Pencegahan Penyimpangan............................................................ 10
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perilaku individu atau sekelompok individu yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku secara umum dalam masyarakat sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang berperilaku menyimpang karena proses labeling yang diberikan masyarakat kepadanya. Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer” karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangan itupun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi pelakunya.

1.2 Rumusan Masalah
  1. Jelaskan pengertian perilaku menyimpang secara umum dan menurut para ahli !
  2. Jelaskan teori tentang perilaku menyimpang !
  3. Sebutkan faktor-faktor perilaku menyimpang!
  4. Sebutkan jenis-jenis perilaku menyimpang !
  5. Sebutkan sifat-sifat perilaku menyimpang !
  6. Sebutkan bentuk-bentuk perilaku menyimpang sosial !
  7. Sebutkan dampak perilaku menyimpang !
1.3 Tujuan
1.      mengetahui pengertian perilku menyimpang
2.      mengetahui teori, faktor, jenis-jenis, dan sifat-sifat perilaku menyimpang
3.      mengetahui bentuk bentuk menyimpang
4.      mengetahui dampak perilku menyimpang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Penyimpangan sosial
Prilaku menyimpang adalah prilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku[1].
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.[2]
Secara Sederhana kita dapat mengatakan bahwa orang yang berprilaku menyimpang apabila menurut anggapan sebagian besar masyarakat (minimal di suatu kelompok atau komunitas tertentu) prilaku atau tindakan tersebut diluar kebiasaan, adat istiadat, aturan, nilai, atau norma sosial yang berlaku.
Perilaku menyimpang (deviance) adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat atau kelompok tertu dalam masyarakat dan perbuatan yang mengabaikan norma yang terjadi apabila seseorang/kelompok orang tidak mematuhi patokan-patokan yang berlaku di dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang adalah perilaku manusia yang bertentangan tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.
Pengertian perilaku menyimpang menurut para ahli
1.      Menurut Gilli
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai social keluarga dan masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya ikatan atau solidaritas kelompok.
2.      Bruce J. Cohen
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
3.      Robert M. Z. Lawang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial.
4.      James V. Zanaden
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan luar batas toleransi.
5.      Paul B. Horton
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan dan kehidupan sosial.
6.      G. Kartospoetra
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang diekspresikan oleh seseorang/sekelompok orang yang secara sadar atau tidak sadar tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dan diterima oleh sebagian besar warga masyarakat.[3]
Membahas prilaku menyimpang tidaklah sederhana, sebab banyak batasan tentang prilaku menyimpang, akan tetapi pada dasarnya prilaku menyimpang tetap berfokus pada prilaku anggota-anggota masyarakat yang tidak sejalan dengan prilaku yang dilakukan kebanyakan prilaku masyarakat pada umumnya. James Vander Zander, membuat batasan prilaku menyimpang meliputi tindakan yang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah orang.[4]




2.2  Ciri-Ciri Prilaku Menyimpang
Paul Horton mengemukakan ada enam ciri-ciri prilaku menyimpang diantaranya :[5]
1.      Penyimpangan harus dapat didefinisikan, yaitu prilaku tersebut benar-benar telah dicap sebagai penyimpangan karena merugikan banyak orangakau membuat keresahan masyarakat walau pada kenyataanya tidak semua prilaku menyimpang merugikan orang.
2.      Penyimpangan bisa diterima atau bisa ditolak, artinya tidak semua prilaku menyimpang dianggap negatif, tetapi ada kalanya prilaku menyimang itu justru mendapat pujian.
3.      Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak, artinya tidak ada satupun manusia yang sepenuhnya berprilaku selurus-lurusnya sesuai dengan nilai atau norma sosial (konformis) atau berprilaku menyimpang.
4.      Penyimpangan terhadap budaya nyata dan budaya ideal, artinya suatu tidakan yang senyatanya jika dilihat dari budaya yang berlaku didalam struktur masyarakat tersebut dianggap konform, namun oleh peraturan hukum positif dianggap penyimpangan.
5.      Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan, maksudnya adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginannya tanpa harus menentang nilai dan norma tetapi sebenarnya perbuatan itu norma.
6.      Penyimpangan sosial bersifat adaktif ( Penyesuaian) artinya tindakan itu tidak tidak menimbulkan ancaman disintegrasi sosial, tetapi jusrtu diperlukan untuk memelihara integritas sosial. Dinamikan sosial merupakan salah satu produk dari proses sosial yang tidak bisa dihindari oleh siapapun. Misalnya gerakan sosial politik pro demokrasi yang menentang keberadaan pemerintahan yang otoriter semula dianggap sebagai bentuk tindakan menyimpang akan tetapi gerakan tersebut justru didukung oleh banyak orang sehingga keberadaan gerakan sosial Politik Anti pemerintahan justru dianggap konform.
2.3  Jenis Prilaku Menyimpang
Secara garis besar bentuk prilaku menyimpang di bedakan menjadi dua macam yaitu:
a.       Penyimpangan Positif[6]
Pada Awalnya Yang dimaksud prilaku menyimpang adalah segaa prilaku atau perbuatan yang tidak sejalan dengan pola-pola tingkah laku masyarakat dimana ia berada. Biasanya prilaku ini selain merugikan masyarakat juga membikin resah kehidupan sosial. Akan tetapi jika merujuk pada teorli relativitas penyimpangan, maka akan timbul persoalan baru. Misalnya jika dalam kenyataannya dari pola-pola prilaku masyarakat setempat mayoritas memilki kebisaan yang menyimpang seperti madat, madon (berzina), main judi, minum minuman keras, kemudian ada dua orang yang rajin beribadah, tidak mau mengikuti pola-pola kebanyakan orang yang menurutnya adalah penyimpangan, maka orang yang sebenarnya berprilaku konform justru dikatakan menyimpang dari kebiasaan masyarakat kebanyakan. Hanya tidak memiliki kebiasaan yang tidak sejalan dengan dengan prilaku publik setempat, maka ia disebut menyimpang.
Dengan demikian, Penyimpangan positif adalah penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial yang ideal(didambakan) walaupun cara atau tindakan yang dilakukan tersebut seolah-olah kelihatan menyimpang dari norma-norma yang berlaku, padahal sebenarnya adalah tidak menyimpang.
b.      Penyimpangan Negatif[7]
Mencari formula penyimpangan negatif tidak lah sukar. Patokannya adalah jika terdapat perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dianggap tercela oleh masyarkat umum, dan menjadikannya dikucilkan, dibenci dan dihukum, maka perbuatan ini dikatakan menyimpang secara negatif. Prilaku menyimpang ini biasanya berakibat merugikan, menyakiti bahkan menghilangkan nyawa orang. Misalnya mencuri, membunuh, memerkosa dan lain sebagainya. Tetapi ada juga penyimpangan yang tidak merugikan atau menyakiti orang lain, tetapi prilaku ini dikategorikan sebagai tindakan menyimpang, seperti tidak sopan, melakukan tindakan asusila seperti melacurkan diri, mengkonsumsi narkoba, minum minuman keras, bahkan tidak mau mengerjakan sembahyang, melanggar adat istiadat.
Dengan demikian, penyimpangan negatif adalah kecenderungan bertindak kearah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan akibatnya selalu buruk.

2.4  Teori Tentang Perilaku Menyimpang
a.       Teori Labeling 
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang berperilaku menyimpang karena proses labeling yang diberikan masyarakat kepadanya. Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer” karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangan itupun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi pelakunya.
b.      Teori Sosialisasi 
Teori Sosialisasi menyatakan bahwa seseorang biasanya menghayati nilai-nilai dan norma-norma dari bebrapa orang yang dekat dan cocok dengan dirinya. Jadi, bagaimanakah seseorang menghayati nilai-nilai dan norma-norma sosial sehingga dirinya dapat melahirkan perilaku menyimpang, Ada dua penjelasan yang dapat di kemukakan. Pertama, Kebudayaan khusus yang menyimpang, yaitu apabila sebagian besar teman seseorang melakukan perilaku menyimpang maka orang itu mungkin akan berperilaku menyimpang juga. Sebagai contoh, beberapa studydi Amerika, menunjukkan bahwa di kampung-kampung yang berantakan dan tidak terorganisir secara baik, perilaku jahat merupakan pola perilaku yang normal (wajar)
c.       Teori Pergaulan Berbeda ( Differential Association ) 
Teori ini diciptakan oleh Edwin H. Sutherland dan menurut teori ini penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan didapatkan dari proses alih budaya (cultural transmission) dan dari proses tersebut seseorang mempelajari subkebudayaan menyimpangang (deviant subculture). Contoh teori pergaulan berbeda : perilaku tunasusila, peran sebagai tunasusila dipelajari oleh seseorang dengan belajar yaitu melakukan pergaulan yang intim dengan para penyimpang (tunasusila senior) dan kemudian ia melakukan percobaan dengan melakukan peran menyimpang tersebut.
d.      Teori Anomie 
Konsep anomie di kembangkangkan oleh seorang sosiologi dari Perancis, Emile Durkheim. Istilah Anomie dapat diartikan sebagai ketiadaan norma. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lain saling bertentangan. Suatu mayarakat yang anomis (tanpa norma) tidak mempunyai pedoman mantap yang dapat dipelajari dan di pegang oleh para anggota masyarakatnya. Selain Emile Durkheim ada tokoh lain yang mengemukakan tentang teori anomie yaitu Robert K. Merton, ia mengemukakan bahwa penyimpangan terjadi melalui struktur sosial. Menurut Merton struktur sosial dapat menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) dan sekaligus perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Merton berpendapat bahwa struktur sosial mengahasilkan tekanan kearah anomie dan perilaku menyimpang karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut.

2.5  Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial
a.       Penyimpangan primer
Penyimpangan primer adalah penyimpangan sosial yang bersifat temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang. 
Ciri-ciri:
  • Bersifat sementara.
  • Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang.
  • Masyarakat masih mentolerir/menerima.
Contoh penyimpangan primer adalah siswa tidak mengenakan seragam lengkap saat upacara, siswa tidak mengerjakan tugas,dan sebagainya.

b.      Penyimpangan sekunder
Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas memerlihatkan perilaku menyimpang dan secara umum dikenal sebagai orang yang menyimpang, karena sering melakukan tindakan yang meresahkan orang lain. Adapun ciri-ciri penyimpangan sekunder adalah:
  1. Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang.
  2. Masyarakat tidak bisa mentolerir perilaku tersebut.
Contoh penyimpangan sekunder adalah semua bentuk tindakan kriminalitas, seperti curanmor, perampokan, pembunuhan, dan sebagainya.
c.       Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok merupakan penyimpangan yang dilakukan secara kolektif dengan cara melakukan kegiatan yang menyimpang dari norma masyarakat yang berlaku. Misalnya komplotan perampok.
d.      Penyimpangan individu:
Penyimpangan individu merupakan bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai norma-norma yang telah mapan dan nyata-nyata menolak norma tersebut. Misalnya pencurian yang dilakukan seorang diri.
2.6  Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang tidak terjadi begitu saja tanpa ada sebab-sebab yang menyertainya, karena perilaku menyimpang berkembang melalui suatu periode waktu-waktu tertentu sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksisosial dan adanya kesempatan untuk berperilaku menyimpang.
Adapun sebab atau faktor-faktor terjadinya perilaku menyimpang antara lain yaitu :
  1. Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna ( Ketidaksanggupan Menyerap Norma-Norma Kebudayaan) Apabila proses sosialisasi tidak sempurna, maka dapat melahirkan suatu perilaku menyimpang. Proses sosialisasi tidak sempurna terjadi karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi yang dijalankan, sehingga seseorang tidak memprhitungkan resiko yang terjadi apabila ia melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku. Contoh perilaku menyimpang akibat ketidaksempurnaan proses sosialisasi dalam keluarga, bahwa anak-anak yang melakukan kejahatan cenderung berasal dari keluarga yang retak/rusak, artinya ia mengalami ketiksempurnaan dalam proses sosialisasi dalm keluarganya.
  2. Proses Belajar yang Menyimpang Proses belajar ini terjadi karena melalui interaksi sosial dengan orang lain terutama dengan orang-orang yang memiliki perilaku menyimpang dan sudah berpengalaman dalam hal menyimpang.Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial Apabila peluang untuk mencari cara-cara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak diberikan, maka muncul kemungkinan akan terjadinya perilaku menyimpang. Contoh pada masyarakat feodal tuan tanah memiliki kekuasaan istimewa atas warga yang berstatus buruh tani atau penyewa sehingga tuan tanah dapat melakukan tindakan sewenang-wenang pada para buruh atau penyewa tanah yaitu dengan menurunkan upah ataupun kenaikan harga sewa. Apabila kesewenang-wenangan itu terjadi secara terus-menerus, maka dapat memicu terjadinya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh buruh dan penyewa tanah yaitu dengan melakukan kekerasan, perlawanan, penipuan, atau bahkan pembunuhan.
  3. Ikatan Sosial yang Berlainan
  4. Hasil Sosialisasi dari Nilai-Nilai Subkebudayaan yang Menyimpang
2.7  Sebab Sebab Terjadinya Penyimpangan Sosial
·         Sosialisasi Yang Tidak Sempurna Atau Tidak Berhasil Karena Seseorang Mengalami Kesulitan Dalam Hal Komunikasi Ketika Bersosialisasi.
·         Penyimpangan Juga Dapat Terjadi Apabila Seseorang Sejak Masih Kecil Mengamati Bahkan Meniru Perilaku Menyimpang Yang Dilakukan Oleh Orang-Orang Dewasa.
·         Terbentuknya Perilaku Menyimpang Juga Merupakan Hasil Sosialisasi Nilai Sub Kebudayaan Menyimpang Yang Di Pengaruhi Oleh Beberapa Faktor Seperti Faktor Ekonomi Dan  Faktor Agama
·         Pesan-Pesan Yang Disampaikan Antara Agen Sosialisasi Yang Satu Dengan Agen Sosialisasi Yang Lain Kadang Bertentangan, Misalnya : Orang Tua Mengajarkan Merokok Itu Tidak Baik, Sementara Iklan Rokok Begitu Menarik, Dan Anak Memiliki Kelompok Teman Sebaya Yang Pada Umumnya Merokok, Sehingga Jika Ia Mengikuti Pesan Orang Tuanya Ia Akan Menyimpang Dari Norma Kelompoknya.
·         Masyarakat Yang Hidup Di Daerah Kumuh Sibuk Dengan Usahanya Memenuhi Kebutuhannya, Kebanyakan Mereka Menganggap Pengucapan Kata-Kata Kotor, Membuang Sampah Sembarangan, Membunyikan Radio Dengan Keras Merupakan Hal Biasa.
2.8  Akibat Perilaku Menyimpang
Seorang perilaku penyimpangan senantiasa berusaha mencari kawan yang sama untuk bergaul bersama, dengan tujuan supaya mendapatkan “teman”. Lama-kelamaan berkumpullah berbagai individu pelaku penyimpangan menjadi penyimpangan kelompok, akhirnya bermuara pada penentangan terhadap norma masyarakat. Dampak yang ditimbulkan selain terhadap individu juga terhadap kelompok atau masyarakat. Dampak apa saja yang ditimbulkan adanya tindak penyimpangan terhadap kelompok masyarakat
3        Kriminalitas tindak kejahatan Tindak kekerasan seorang kadangkala hasil penularan seorang individu lain, sehingga tindak kejahatan akan muncul berkelompok dalam masyarakat. Contoh : seorang residivis dalam penjara akan mendapatkan kawan sesama penjahat, sehingga sekeluarnya dari penjara akan membentuk “kelompok penjahat” , sehingga dalam masyarakat muncullah kriminalitas-kriminalitas baru.
4        Terganggunya keseimbangan sosial Robert K. Merton mengemukakan teori yang menjelaskan bahwa perilaku menyimpang itu merupakan penyimpangan melaliu struktur sosial. Karena masyarakat merupakan struktur sosial, maka tindak penyimpangan pasti akan berdampak terhadap masyarakat yang akan mengganggu keseimbangan sosialnya. Contoh : pemberontakan, pecandu obat bius, gelandangan, pemabuk, dsb.
5        Pudarnya nilai dan norma Karena pelaku penyimpangan tidak mendapatkan sanksi yang tegas dan jelas, maka muncullah sikap apatis pada pelaksanaan nilai-nilai dan norma masyarakat. Sehingga nilai dan norma menjadi pudar kewibawaannya untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat. Juga karena pengaruh globalisasi di bidang informasi dan hiburan memudahkan masuknya pengaruh asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia mampu memudarkan nilai dan norma, karena tindak penyimpangan sebagai eksesnya. Contoh : karena pengaruh film-film luar yang mempertontonkan tindak penyimpangan yang dianggap hal-hal yang wajar disana, akan mampu menimbulkan orang yang tidak percaya lagi pada nilai dan norma di Indonesia.



2.9  Upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial
a.     Upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial dalam Keluarga
Melalui keluargalah kepribadian seseorang terbentuk.  Keluarga sebagai peletak dasar terbentuknya kepribadian seseorang sangat berperan besar dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi usaha pencegahan terhadap segala bentuk perilaku menyimpang.
Adapun bentuk-bentuk upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga antara lain:
·         Melalui penanaman nilai-nilai dan norma agama
·         Menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga
·         Keteladanan orang tua
b.    Upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial dalam Masyarakat
1.      Melalui pertemuan dalam lingkup RT para warga saling mengungkapkan perlunya menjaga keteraturan sosial dan melakukan peringatan jika ada hal-hal yang dianggap menyimpang.
2.      Menciptakan suasana yang kondusif bag terbentuknya keteraturan sosial.
3.      Memasang peringatan atau ajakan agar warga selalu tetap menjaga keteraturan sosial,
4.      Peran serta media massa untuk menyiarkan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan hal-hal yang seharusnya dihindari
5.      Peran serta kaum pemuka agama untuk menanamkan kesadaran kepada para pengikutnya agar menjalankan ajaran sesuai dengan nilai dan norma agama dalam kehidupan sehari-hari.
6.      Peran serta sekolah sebagai institusi pendidikan untuk menerapkan tata tertib dilengkapi sanksi dan tindakan tegas bagi siswa yang melanggarnya.








BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari uraian diatas maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
Perilaku individu atau sekelompok individu yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku secara umum dalam masyarakat sering terjadi dalam kehidupan kita . Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang berperilaku menyimpang karena proses labeling yang diberikan masyarakat kepadanya. Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer” karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangan itu pun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi pelakunya hari-hari.
















Daftar Pustaka
Elly M. Setiadi & Usman Kolip, pengantar sosiologi (Kencana Prenada Media Group) Jakarta 2011.
Definisi dikutip dari M. Sitorus, Berkenalan dengan sosilogi 1 unutk SMA Kelas II, Erlangga, Jakarta . 2003, Hal 80
Soerjono Sukanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 1982 Jakarta













[1] Elly M. Setiadi & Usman Kolip, pengantar sosiologi (Kencana Prenada Media Group) Jakarta 2011.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_menyimpang
[3] http://srievalusiana.site90.com/pengertian_penyimpangan_sosial.html
[4] Opcit, hal 188
[5] Opcit, hal 194
[6] Definisi dikutip dari M. Sitorus, Berkenalan dengan sosilogi 1 unutk SMA Kelas II, Erlangga, Jakarta . 2003, Hal 80
[7] Opcit. Hal 193