Pengantar filsafat islam ( konsep, filsuf dan ajaranny)
Menurut catatan para sejarawan,
orang yang pertama kali menggunakan istilah filsafat adalah pythagoras dari
yunani yang lahir antara 582-496 SM. Pada waktu itu filsafat belum begitu
jelas. Kemudian, pengertian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai
sekarang ini. Istilah filsafat pertama kali dipakai oleh kaum Shopist (ahli
debat) dan Socrates (470-399 SM) yang merupakan murid dari plato (427-347) dan
Aristoteles (384-322).[1]
Berbeda dengan Alfaribi yang
mengatakan bahwa filsafat adalah silsilah keturunan dari timur. Ilmu ini dahulu
kala berada diantara orang Chaldea, yakni penduduk irak, kemudian sampai
kerakyat mesir dan dari negeri ini sampai ke Yunani; di Yunani, ilmu ini
menetap beberapa lama sampai beberapa lama sampai kemudian diteruskan ke Syiria
dan kemudian jatuh ke tangan orang orang arab.[2]
Asal usul kata filsafat diantara
penulis sangat beragam. Sebagian penulis menyatkan bahwa filsafat berasal dari philare (bukan philo) dan sophia,
sebagian lain bahwa kata filsafat berasal dari kata philein ( bukan philo) dan sophia[3]
Kata falsafah atau filsafat dalam
bahasa indonesia merupakan kata serapan dari bahasa arab Falsafah, yang juga diambil dari bahasa
Yunani Philosopia (philia=persahabatan, cinta) dan (sophia=kebijaksanan),
sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencita kebijaksanaan. Kata filosofi
yang dipungut dari bahasa Belanda jug dikenal di indonesia. Bentuk terakhir ini
lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa indonesia, seseorang yang mendalam di
bidang falsafah disebut filsuf. Bandingkan dengan tulisan Hamzah Yaqub bahwa
kata falsafah merupakan hasil arabisasi. Suatu masdar yang berarti kerja atau
pencarian yang dilakukan oleh para filsuf.
Dalam bahasa belanda didapati perkataan “wijsbegeerte”. Wijs berati
cakap, pandai atau bijaksana. Begeerte adalah nama benda. Jadi
“wijsbegeerte” berarti kemauan yang
keras untuk mendapatkan kecakapan seseorang yang bijaksana, yang biasanya
dinamakan “wijs” orang yang bijaksana.[4]
Dalam tradisi filsafat, agar sampai
pada suatu makna yang esensi dari suatu hal, sesorang harus melakukan
penjelajahan secara radikal, logis, dan serius itulah sebabnya aristoteles
memberikan komentar” apabila hendak menjadi seorang filsuf, anda harus
berfilsafat, dan apabila tidak mau menjadi filsuf, anda harus juga
berfilsafat”. Ungkapan aristoteles tersebut mengandung pengertian bahwa entah
filsafat itu sebagai sesuatu yang benar, karena itu ia harus diterima, entah
filsafat itu salah dan oleh karena itu ia harus ditolak. Apabila filsafat itu
benar dan harus diikuti, kita harus menjadi seorang filsuf, dan filsafat harus
didukung oleh sesuatu semacam berfilsafat, akan tetapi apabila filsafat itu
tidak dikehendaki dan harus dibuang, dalam hal itu pun, orang harus menjadi
filsuf untuk menolak filsafat[5].
Objek kajian filsafat bukan main
luasnya, tulis Louis Katt Soff, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta
segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu, manusia memiliki
pikiran atau akal yang aktif maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderng
untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal
pikirannya. Jadi, objek filsafat ilah mencari keterangan sedalam dalamnya.
Pernyataan ini
dapat dilihat dari pandangan Juhaya S. Praja bahwa objek penyelidikan filsafat
adalah segala yang ada dan mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut
objek mateira filsafat. Kalau demikian, apakah yang membedakan antara filsafat
dan ilmu pengetahuan lainnya? Jawabanya tidak ada perbedaan antara objek
filsafat dan objek ilmu pengetahuan lainnya, kalu objek filsafat yang dimaksud
adalah objek materianya. Sebab ilmu pengetahuan pun mempunyai objek materia
yang sama dengan filsafat, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Ilmu
pengetahuan bebas dan tidak terikat untuk menentukan objek penyelidikannya, dan
sampai saat ini, belum ada pembatasan dalam objek ilmu materianya. Filsafat,
bisa kita bedakan dengan ilmu pengetahuan lainnya dari segi sifat
penyelidikannya. Filsafat memiliki sifat mendalam dalam menyelidiki sesuatu,
sedangkan objek penyelidikan ilmu pengetahuan hanya terrbatas pada sesuatu,
sedangkan objek penyelidikan ilmu pengetahuan hanya terbatas pada sesuatu yang
bisa diselidiki secara ilmiah saja, dan jika sudah tidak dapat diselidiki lagi,
ilmu pngetahuan akan terhenti sampai di situ. Akan tetapi, penyelidikan
filsafat tidaklah demikian , filsafat akan terus bekerja hingga permasalahannya
dapat ditemukan sampai akar akarnya[6]
[1] Ahmad tafsir, filsafat umum dan asep ahmad hidayat, filsafat bahasa, hal. 19.
[2] Al faribi, Book of letter, hal. 155 dan Oliver
Leaman, pengantar filsafat islam, hal.
20.
[3] Imam Barnadib,
1992:11);(abdul munir mulkan, 1993:38);(abu ahmadi, 1982:9);(asep ahmad
hidayat, 2006:6).
[4] Filsafat Agama, titik temu akal dengan wahyu (1992),
hal. 3
[5] Asep Ahmad Hidayat, filsafat Bahasa, hal.8.
[6] Juhaya S. Praja, aliran aliran filsafat dan etika, (1997:12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar